Bharindosulut.com, Minahasa – TGR adalah singkatan dari Tuntutan Ganti Rugi, yaitu proses penuntutan terhadap pegawai negeri sipil bukan bendahara yang bertujuan untuk mengganti kerugian negara. TGR dapat juga diartikan sebagai piutang yang timbul akibat pengenaan ganti kerugian negara/daerah.
Tujuan dari TGR adalah untuk memulihkan keuangan negara yang mengalami kekurangan dan dikembalikan pada keadaan semula. Kerugian negara/daerah dapat berupa kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya.
TGR didasarkan pada beberapa undang-undang, yaitu:
UU 17/2003 tentang Keuangan Negara
UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
Kasus ITE yang melibatkan aktivis antikorupsi Mario Pangalila warga desa Tincep yang melalui Postingan Sosial Media Facebook yang diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, oleh Terdakwa Mario Pangalila melakukan upaya hukum atas Putusan Judex Factie Pengadilan Tingkat Pertama yakni Putusan Pengadilan Negeri Tondano dalam Perkara Pidana Nomor 84/Pid.Sus/2024/PN Tnn.
Sebelumya Mario Pangalila membuat postingan di media sosial Facebook tersebut berdasarkan bukti TGR dari dugaan penyelewengan Anggaran Dana Desa oleh Mantan Hukum Tua Desa Tincep yang di tangani Unit Tipikor Polres Tomohon.
“Selaku Masyarakat biasa saya telah berjuang keras memberantas Korupsi di Desa Tincep, akan tetapi begitu jelas kasus dugaan Tindak pidana Korupsi didesa Tincep,dibuktikan dengan Adanya Pengembalian Kerugian Negara,nah jika kita menilai Dengan adanya pembuktian pengembalian Kerugian Negara, secara Otomatis Kepala Desa Sudah Melakukan Kasus tindak pidana Korupsi, maka dari itu dengan adanya kasus ini patut diduga sengaja dipaksakan hanya untuk pembuktian bagi masyarakat yang berani mengungkap kasus Korupsi Di Desa”, terang Mario.
Dengan merujuk pada Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri Nomor 229 Tahun 2021; Nomor 154 Tahun 2021; Nomor KB/2/VI/2021; tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bahwa Pedoman Implementasi dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE pada huruf (c), ada tertulis :
“Bukan delik aduan yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan”, jelas Mario kepada wartawan.
Dan juga melalui Keputusan Bersama tersebut mengenai Pedoman Implementasi dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE pada huruf (a) ada tertulis :
“Sesuai dasar pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP”
Sehingga Mario Pangalila berpendapat bahwa Surat Dakwaan JPU terdapat Cacat Hukum karena tidak menyertakan Pasal 310 KUHP dalam dakwaannya.
Kemudian Mario Pangalila telah mengajukan Permohonan Kasasi atas Putusan Banding Pengadilan Tinggi Manado Nomor 131/PID/2024/PT MND tanggal 12 November 2024, dengan Akta Permohonan Kasasi Nomor 84/Akta Pid.Sus/2024/PN Tnn tanggal 16 Desember 2024, Pukul 14.20 Wita di Pengadilan Negeri Tondano.
Melalui media ini Mario Pangalila menyampaikan bahwa:
“Saksi Korban yang adalah sebagai Mantan Kepala Desa Tincep tidak seharusnya merasa nama baiknya dicemarkan karena telah terbukti melakukan perbuatan Korupsi/Penyelewengan Dana Desa dengan Temuan Kerugian Negara sebesar Rp. 89.464.891,25
Seharusnya Postingan Facebook dari saya tersebut menjadi Koreksi untuk Introspeksi diri demi Kepentingan Umum, Kepentingan Banyak Orang, dalam hal ini Kepentingan Mayarakat Desa Tincep”
Semoga Hakim pemeriksa perkara ini, dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya (kata Mario).
Komentar