Salah Satu pemicu Terjadinya Aksi Kiriminalitas Dan Pelanggaran Hukum’ Persoalan PETI’ Siapa Yang Salah?

BHARINDOSULUT.COM/Bolmong-Lagi dan lagi, persoalan PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin) disinyalir menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik ditengah kehidupan masyarakat.

Belum berapa lama Kasus konflik warga Toruakat dan PT BDL yang hanya dipicu persoalan batas lahan lokasi Peti Bolingongot milik warga Toruakat yang diduga diserobot oleh pihak perusahaan PT Bulawan Daya Lestari hingga menelan korban jiwa, kini muncul masalah serupa namun ditempat yang berbeda.

Polemik Pertambang Emas Ilegal sepertinya sudah menjadi warna-warni dan gambaran sembrautnya tatanan kehidupan masyarakat Bolmong dalam mencari kebutuhan ekonomi untuk memenuhi nafkah hidup sehari-hari dari segi mata pencaharian menambang emas, Belum lagi keberadaan para cukong yang dengan gagah berani melakukan aktifitas penambangan ilegal yang seakan kebal dengan berbagai aturan hukum kian membuat situasi dan kondisi tatanan kehidupan masyarakat semakin tak karuan.

Berbagai sorotan yang mencuat baik di media sosial, media masa,cetak,online maupun televisi yang dilayangkan oleh para aktivis lingkungan hidup,LSM dan juga para insan pewarta rupanya tak membuat para pekerja ilegal ini tak bergeming sedikitpun.

Sementara itu ungkapan kesan pembiaran yang ditujukan pada pemerintah maupun aparat penegak hukum sering dan acap kali terdengar dalam bentuk cibiran dari para pemerhati yang peduli pada kedamaian kehidupan masyarakat daerah yang dikenal lekat dengan sebutan tanah adat ini, begitupun dengan solusi yang dilakukan kaitan masalah PETI, terlihat sepertinya masalah dan dampak yang terjadi akibat persoalan yang dipicu oleh Si PETI ini hanya bisa diselesaikan dengan cara memberi obat pada pasien saat dia sakit tanpa pernah mendiagnosa penyebab kenapa ia sakit.

Padahal Pertambangan tanpa izin (PETI) merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 158 dan Pasal 160 UU Minerba, Namun penegakan hukum terhadap PETI menjadi dilema bagi aparat penegak hukum karena eksistensi PETI terkait dengan permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat miskin yang berada disekitar wilayah pertambangan, disisi lain kewenangan secara administrasi wilayah pertambangan yang berada di daerah bukan lagi sepenuhnya tanggungjawab pemerintah Kabupaten melainkan sudah menjadi kewenangan dinas pertambangan propinsi.

Maka Hal ini pula yang membuat dilematika pemerintah tingkat bawah untuk mengambil tindakan terkait keberadaan PETI.

Persoalan lain yang terjadi, ada pembedaan antara pekerja PETI manual dengan Masi menggunakan alat tradisional dan Pekerja PETI yang menggunakan alat modern atau yang dikenal dengan para pengusaha (Para Cukong) dimana para pekerja manual masyarakat sekitar sering jadi bulan-bulanan, sementara para Cukong bebas menari Diatas penderitaan masyarakat pribumi lingkar tambang, inipun selalu menjadi perdebatan hangat dikalangan masyarakat umum apakah mereka yang berkepentingan maupun tidak, yang turut menikmati hasil dari usaha ilegal ini ataupun tidak, baik keuntungan skala kecil maupun keuntungan skala besar, perorangan kah atau kelompok, yang mengatasnamakan sudah di backup oleh para pembesarkah atau tidak, ini semua menjadi tanda tanya Siapakah Yang Salah??

Oleh karena itu, dengan adanya persoalan-persoalan yang muncul oleh sebab keberadaan PETI khususnya yang ada diwilayah Potolo, Rumagit,Kinali dan diwilayah lainnya, semestinya harus mendapatkan perhatian secara serius dari semua pihak, terutama pemerintah Daerah baik Kabupaten dalam hal pengusulan WPR, Propinsi dan juga pemerintah pusat dalam hal rekomendasi dan pengesahan Regulasi yang kongkrit, dengan tentunya melakukan upaya-upaya pengkajian apa penyebab terjadinya PETI, dampak yang ditimbulkan, dampak Konflik Sosial, dampak Lingkungan Hidup, dan solusi kebijakan penegakan hukum PETI, agar kita tidak hanya cenderung mencari obat atas penyakit yang diderita tanpa mendiagnosa penyebab dari munculnya sakit yang diderita, dan tidak ada lagi korban-korban oleh karena konflik PETI yang terjadi kedepannya, masyarakat dapat hidup damai berdampingan aman dan tertib, sehingga sumber daya alam yang ada di daerah BMR yang kita cintai bersama ini dapat dinikmati pula oleh masyarakat dan anak cucu ataupun para pengusaha secara aturan dan perundang undangan yang jelas.(Penulis)

 

 

Komentar