Dua Perkara dari Kejari Minahasa dan Kejari Minsel Diselesaikan Melalui Keadilan Restoratif

Kejati, Sulut3247 Dilihat

Bharindosulut.com – Manado – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Dr. Transiswara Adhi, S.H., M.Hum., dan Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Mohamad Faid Rumdana, S.H., M.H beserta jajaran pada bidang tindak pidana umum melaksanakan ekspose perkara Restorative Justice (RJ) yang berasal dari Kejaksaan Negeri Minahasa secara virtual yang dipimpin oleh Direktur Orang dan Harta Benda (Oharda)  Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulut, Dr. Andi Muhammad Taufik, S.H., M.H., CGCAE, melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Januarius Lega Bolitobi, S.H.,. menjelaskan Ekspose Perkara Restorative Justice (RJ) tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri Minahasa atas nama Tersangka Jolvi Lumenta dalam perkara Tindak Pidana kekerasan terhadap anak yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.

Bahwa berawal pada hari Kamis tanggal 08 Agustus 2024 sekitar pukul 16.00 WITA bertempat di halaman rumah keluarga Lumenta-Salayar di Desa Ampreng, Kecamatan Langowan Barat, Kabupaten Minahasa, pada saat itu Anak Korban Rahelia Manampiring sedang bermain bersama teman-temannya, kemudian Anak Korban melihat Tersangka JOLVI LUMENTA tiba di rumah dengan menggunakan sepeda motor.

Anak Korban lalu menghampiri rumah Tersangka dan Sesampainya di rumah Tersangka, Anak Korban mengejek Tersangka sambil mengatakan “Jol petol ndak ada ontak, seno” yang artinya “Jol pendek tidak punya otak, Gila” namun Tersangka tidak menghiraukan ejekan tersebut dan masuk ke dalam rumah, tetapi Anak Korban terus mengikuti dan mengejek Tersangka dengan perkataan yang sama sehingga Tersangka merasa tersinggung dan keluar dari  dalam rumah sambil memegang sebatang kayu kering di tangan kanan lalu Tersangka melemparkan kayu kering tersebut sebanyak 1 (satu) kali ke arah Anak Korban dan mengenai dahi sebelah kiri Anak Korban sehingga mengakibatkan luka.

Bahwa telah dilakukan upaya perdamaian oleh Kejari Minahasa dan telah mencapai kesepakatan damai antara pihak korban dan orang tua korban dengan pelaku dan dihadiri oleh saksi-saksi dan perwakilan masyarakat di Minahasa.

Atas kesepakatan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.

Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Dr. Transiswara Adhi, S.H., M.H., sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Direktur Oharda untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan permohonan pun disetujui pada tanggal 08 Oktober 2024.dengan pertimbangan sebagai berikut :

  1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  2. Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari 5 (Lima) Tahun.
  3. Tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi baik terhadap korban maupun kepada orang lain.
  4. Bahwa Tersangka dan Anak Korban masih memiliki hubungan keluarga serta telah melakukan perdamaian di hadapan Penuntut Umum yang dihadiri oleh para saksi dan perwakilan masyarakat.

Selain dari Kejari Minahasa, juga telah dilakukan ekspose perkara Restorative Justice (RJ) yang berasal dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan dalam perkara penganiayaan dengan tersangka Levi Marentek alias Lukong yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana. Untuk perkara tersebut Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Dr. Transiswara Adhi, S.H., M.H., juga sependapat dengan Kejari Minahasa Selatan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena pihak korban dan pelaku telah bersepakat untuk berdamai dihadapan Jaksa Penuntut Umum dan dihadiri oleh saksi-saksi dan perwakilan masyarakat di Minahasa Selatan.

Bahwa ke-2 perkara tersebut pun mendapat persetujuan dari Direktur Oharda untuk dihentikan perkaranya berdasarkan keadilan restoratif atau dengan kata lain untuk kedua perkara tersebut tidak lagi dilimpahkan ke Pengadilan karena telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose perkara ini juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, serta Jajaran Bidang Pidum Kejari Minahasa dan Kejari Minahasa Selatan.

(*/chris)

Komentar