Komisi Kejaksaan Nilai Jaksa Akomodir Rekomendasi LPSK

Bharindosulut.com – Jakarta – Komisi Kejaksaan Republik Indonesia menilai Kejaksaan Agung telah mengakomodir rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap terdakwa Ricard Eliezer, yang berstatus Justice Collaborator (JC) dalam perkara pembunuhan berencana Josua Hutabarat.

Melansir dari Kompas TV, Senin 23 Januari 2023, Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak menilai persidangan atas perkara itu telah sesuai dengan ketentuan hukum, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Barita Simanjuntak menilai tuntutan 12 (dua belas) tahun terhadap terdakwa Ricard Eliezer sudah memenuhi pertimbangan, khususnya mengakomodir rekomendasi LPSK atas status JC Ricard Eliezer. Pasalnya, bila mengacu terhadap ketentuan ancaman hukuman atas pidana pembunuhan berencana dalam Pasal 340, ancaman hukuman pidananya hukuman mati, hukuman seumur hidup dan hukuman 20 (dua puluh) tahun penjara.

“JPU mengajukan tuntuan 12 tahun penjara. Saya pastikan Kejaksaan melaksanakan rekomendasi LPSK tersebut. Tentunya dengan parameter dan pedoman Kejaksaan dalam pengajuan tuntutan atas perkara ini,” ujar Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak.

Barita menilai jaksa penuntut umum yang menyidangkan perkara pembunuhan berencana Brigadir Josua Hutabarat independen dan profesional. Komisi Kejaksaan meyakini Kejaksaan bekerja secara independen, khususnya dalam pengajuan tuntutan terhadap para terdakwa.

Menjawab pro kontra yang berkembang di publik, Barita Simanjuntak menilai sesuatu yang lumrah dalam memandang persoalan dalam perkara persidangan Ferdy Sambo Cs itu. “Silakan saja, nanti kan masih ada pleidoi, ada putusan majelis. Saya melihat kalau Kejagung sudah independen, dan akan kami kawal terus,” tandasnya.

Komisi Kejaksaan memastikan pihaknya terus mengawal persidangan atas perkara itu. Pihaknya menilai sejauh ini Kejaksaan telah bekerja secara merdeka, bebas dari intervensi. Bila dikemudian hari adanya temuan pelanggaran, Komisi Kejaksaan pastinya memberikan rekomendasi untuk diambil kebijakan sanksi atas pelanggaran itu.

Sebelumnya, JAM Pidum Fadil Zumhana meminta publik menghormati proses hukum. Ia menegaskan jaksa memiliki kewenangan melakukan penuntutan. Fadil mengungkapkan tidak ada polemik dalam tuntutan terhadap Ferdy Sambo dkk. Yang ada adalah perbedaan sudut pandang. Menurutnya, hal itu wajar dalam setiap proses penuntutan.

Fadil menegaskan pihaknya tidak bisa diintervensi siapa pun mengenai tuntutan terhadap terdakwa. Ia menegaskan jajarannya bertugas secara profesional. “Bahwa Kejaksaan Agung ini memiliki kewenangan yang penuh, dan kami dalam penuntutan ada parameter yang jelas, tidak bisa diintervensi siapa pun,” ujarnya.

“Tidak ada masuk angin. Ini saya tegaskan. Saya lihat dari awal proses persidangan, pra-penuntutan tidak ada masuk angin. Saya bekerja dengan penuh keterbukaan,” tegas JAM Pidum Fadil Zumhana.

Adapun kelima terdakwa tersebut adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi selaku istri dari Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf selaku asisten rumah tangga Sambo-Putri, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Pudihang selaku bawahan dan ajudan Sambo di kepolisian. Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Sedangkan, Bharada E dituntut hukuman pidana 12 tahun penjara, dan Putri Candrawathi hukuman pidana 8 tahun penjara. Dua terdakwa lainnya, Kuat Maruf dan Ricky Rizal, dituntut hukuman pidana 8 tahun penjara. (*/chris)

Komentar