Tingkatkan Kepercayaan Publik, Terobosan Jaksa Agung ST Burhanuddin Tegakkan Keadilan Substantif Diapresiasi

Nasional1028 Dilihat

Bharindosulut.com – Pakar hukum mendukung dan mengapresiasi sejumlah terobosan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam upaya penegakan hukum dengan berorientasi pada keadilan substantif, salah satunya melalui penerapan restorative justice.

Menurut Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Prof. Dr. Hibnu Nugroho, SH, MH, penerapan restorative justice merupakan sebuah terobosan yang baik sekaligus menunjukkan perubahan paradigma penegakan hukum dari formalistik menuju keadilan substantif.

“Penegakan hukum ke depan harus progresif, tidak hanya melihat penegakan hukum untuk kepentingan hukum tetapi hukum untuk kemaslahatan manusia atau masyarakat,” kata Prof. Hibnu saat dihubungi, Selasa (28/2/2023).

Dia menilai Jaksa Agung Burhanuddin telah berhasil menegakkan keadilan substantif sesuai dengan harapan masyarakat dalam banyak kasus, mulai dari penyelesaian kasus-kasus pidana ringan melalui restorative justice sampai dengan penanganan kasus besar yang menyita perhatian publik seperti kasus Ferdy Sambo dkk.

“Berkaca dari kasus Sambo, misalnya, langkah Kejaksaan tidak mengajukan banding terhadap vonis Richard Eliezer sudah tepat karena ia dinilai jujur, keluarga korban sudah memaafkan dan tidak ada dendam. Dalam hal ini keadilan substantif sudah tercapai,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Prof. Hibnu, Kejaksaan tegas menerapkan hukuman retributif terhadap kejahatan kemanusiaan, perusakan  lingkungan, korupsi, pencucian uang, pencurian dengan kekerasan, apalagi tidak mengakui perbuatannya, bertele-tele dalam sidang dan tidak dimaafkan korban atau masyarakat.

“Pelaku kejahatan seperti itu harus dihukum setimpal dengan hukuman retributif, bukan sekadar pembalasan tetapi determinatif guna pencegahan perbuatan serupa di kemudian hari,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kata Prof. Hibnu, Jaksa harus bisa menilai mana kasus yang bisa diselesaikan secara restoratif, rehabilitatif, dan kejahatan yang harus dihukum retributif. Dia berharap ke depan Kejaksaan menjadi garda terdepan penegakan hukum di Tanah Air sebab jaksa adalah cermin penegak hukum.

Sebagai landasan penerapan restorative justice, Jaksa Agung telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kebijakan ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf b dan c yang pada pokoknya mengatur turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban, serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya.

Komentar