Kewenangan Penuntutan: Eksistensi Pasal 35 Ayat (1) Huruf J Uu Kejaksaan Dan Pasal 51 Ayat (1) UU KPK

Kejaksaan Dan MA6973 Dilihat

Secara global dan sistematis pengertian penuntutan atau vervolging terdapat dalam Pasal 1 butir 7 KUHAP yang menyatakan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Menuntut seorang terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa”.

Berdasarkan pengertian penuntutan tersebut, pada asasnya penuntutan adalah:

  • Suatu proses di mana penuntut umum melakukan tindakan melimpahkan perkara hasil penyelidikan;
  • Pelimpahan tersebut dilakukan kepada kompetensi Pengadilan Negeri yang berwenang;
  • Pelimpahan tersebut diajukan dengan permintaan agar diperiksa dan dijatuhkan putusan oleh Hakim Pidana.

Berdasarkan asas dominus litis yang dianut dalam KUHAP, maka apabila diklarifikasikan lebih detail dan sistematis dalam rangka melakukan dan mempersiapkan penuntutan secara eksplisit wewenang penuntut umum berdasarkan Pedoman Pelaksanaan KUHAP adalah :

  • Menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidik telah melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana (Pasal 109 ayat (1)) dan pemberitahuan, baik dari penyidik maupun penyidik PNS yang dimaksud oleh Pasal 6 ayat (1) huruf b mengenai penyidikan dihentikan demi hukum;
  • Menerima berkas perkara dari penyidik dalam tahap pertama dan kedua sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (3) huruf a dan b dalam hal Acara Pemeriksaan Singkat menerima berkas perkara langsung dari penyidik pembantu (Pasal 12);
  • Mengadakan prapenuntutan (Pasal 14 huruf b) dengan memperhatikan ketentuan materi Pasal 110 ayat (3), (4) dan Pasal 138 ayat (1) dan (2);
  • Memberikan perpanjangan penahanan (Pasal 24 ayat (2); melakukan penahanan dan penahanan lanjutan (Pasal 20 ayat (2), Pasal 21 ayat (2); Pasal 25 dan Pasal 29; melakukan penahanan rumah; (Pasal 22 ayat (2)); penahanan kota (Pasal 22 ayat (3)); serta mengalihkan jenis penahanan (Pasal 23) (5) Atas permintaan tersangka atau terdakwa mengadakan penangguhan penahanan serta dapat mencabut penanggguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang ditentukan (Pasal 31);
  • Mengadakan penjualan lelang benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan karena sifat tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara itu memperoleh kekuatan hukum tetap atau mengamankannya dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya (Pasal 45 ayat (1));
  • Melarang atau mengurangi kebebasan hubungan penasihat hukum dengan tersangka sebagai akibat disalah gunakan haknya (Pasal 70 ayat (4)); mengawasi hubungan antara penasihat hukum dengan tersangka tanpa mendengar isi pembicaraan (Pasal 71 ayat (1) dan dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara dapat mendengar isi pembicaraan tersebut (Pasal 71 ayat (2)), pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka tersebut dilarang apabila perkara telah dilimpahkan penuntut umum ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan (Pasal 74);
  • Meminta dilakukan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan oleh Penyidik (Pasal 80);
  • Dalam perkara koneksitas, karena perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka penuntut umum menerima penyerahan perkara dari oditur militer dan selanjutnya dijadikan dasar untuk mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan yang berwenang (Pasal 91 ayat (1));
  • Menentukan sikap apakah suatu berkas perkara telah memenuhi persyaratan atau tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139);
  • Mengadakan “tindakan lain” dalam lingkup tugas dan tanggung jawab selaku penuntut umum (Pasal 14 huruf i);
  • Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka dalam waktu secepatnya ia membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1));
  • Membuat surat penetapan penghentian penuntutan (Pasal 140 ayat (2) huruf a), dikarenakan: tidak cukup bukti; peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana; perkara ditutup demi hukum;
  • Melanjutkan penuntutan terhadap tersangka yang dihentikan penuntutan dikarenakan adanya alasan baru (Pasal 140 ayat (2) huruf d);
  • Mengadakan penggabungan perkara dan membuatnya dalam surat dakwaan (Pasal 141); Mengadakan pemecahan penuntutan (splitsing) terhadap satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan beberapa orang tersangka (Pasal 142);
  • Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan disertai surat dakwaan beserta berkas perkara (Pasal 143 ayat (1)); (18) Membuat surat dakwaan (Pasal 143 ayat (2));
  • Untuk maksud penyempurnaan atau untuk tidak melanjutkan penuntutan; penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang atau selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang di mulai (Pasal 144).

Paad dasarnya tujuan dilakukan penuntutan adalah:

  • Untuk melindungi kepentingan umum (algemene belangen). Hal ini berhubungan erat dengan sifat dari ketentuan hukum pidana dan hukum acara pidana guna melindungi kepentingan umum;
  • Untuk menegakkan adanya kepastian hukum (“Recht-Zeker heids”), baik ditinjau dari kepentingan orang yang dituntut maupun kepentingan orang yang dituntut dari peraturan itu sendiri;
  • Sebagai konsekuensi yuridis asas Negara Hukum (Rechtsstaat) maka dengan dituntutnya seorang di depan sidang pengadilan dimaksudkan guna terciptanya kebenaran materiil dan diharapkan seseorang mendapatkan perlakuan adil sesuai prosedural hukum dengan diberikan hak pembelaan diri mulai dari adanya keberatan (eksepsi), pleidooi, replik, duplik, serta upaya hukum biasa dan luar biasa;
  • Ditinjau dari aspek penuntut umum tujuan dilakukannya penuntutan itu adalah untuk menegakkan asas legalitas (Legaliteitsbeginsel) yang mewajibkan kepada penuntut umum melakukan penuntutan terhadap seseorang karena dugaan melanggar peraturan hukum pidana, sepanjang asas oportunitas (opportuniteitsbeginsel) tidak diterapkan dalam perkara tersebut.

Keberhasilan penuntutan adalah suatu keadaan dimana kejaksaan mampu mencapai tujuan penuntutan yang telah ditetapkan, yaitu perkaranya dapat diselesaikan secara keseluruhan, penuntutan dan eksekusi yang tidak hanya mengedepankan pemidanaan terhadap pelaku tetapi juga perampasan hasil kejahatan dalam rangka mengembalikan kerugian keuangan negara atau perekonomian nasional.

Komentar